HUMANIORA – (7/10/2024) Modernisasi di berbagai belahan dunia tidak hanya mengubah struktur sosial dan ekonomi, tetapi juga turut menantang identitas perempuan dalam masyarakat. Fenomena ini menjadi sorotan penting dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Humaniora, Najma Imtinan Rasaf dan dosen Dr. Abdul Basid, yang mengkaji pengaruh modernisasi terhadap identitas perempuan di Oman melalui perspektif postfeminisme Ann Brooks. Penelitian ini mendalami karakter-karakter perempuan dalam novel "Sayyidaat Alqomar" karya Jokha Alharthi, yang menggambarkan perjalanan tiga generasi perempuan Oman dari akhir abad ke-19 hingga masa kini.
Baca juga:
- Soroti Budaya, Pendidikan, dan Politik, BSA UIN Malang Gelar Webinar Sastra Arab Modern
- Pentingnya Internalisasi Nilai Pendidikan Karakter dan Konsep Kebahagiaan dalam Sastra Anak
Penelitian ini berjudul Ann Brooks’ Postfeminist Studies on Omani Women’s Identity ini berhasil terbit di Journal of Langaueg and Literature (JOLL) terindeks Sinta 2 (https://e-journal.usd.ac.id/index.php/JOLL/article/view/8438 )
Salah satu temuan penting dalam penelitian ini adalah tentang dekonstruksi postfeminisme yang mempengaruhi kehidupan tokoh perempuan. Dr. Ann Brooks, yang dikenal melalui teori postfeminisnya, menawarkan sudut pandang yang unik tentang bagaimana kesetaraan gender dan perbedaan identitas perempuan bertransformasi di tengah modernisasi. Dalam konteks novel ini, dekonstruksi postfeminisme terlihat melalui dua aspek utama. Pertama, adanya kesetaraan gender dalam hubungan suami-istri, yang memberikan harapan baru bagi perempuan Oman untuk memiliki posisi yang lebih setara dalam rumah tangga.
Namun, yang menarik, penelitian ini juga mengungkapkan adanya ketidaksetaraan antarperempuan—sebuah paradoks yang mencerminkan dinamika sosial yang kompleks di mana kesetaraan dalam hubungan domestik belum tentu mencerminkan kesetaraan antarperempuan secara umum.
Penelitian ini juga menyentuh bagaimana karakter perempuan dalam novel menghadapi stereotip tradisional. Para perempuan ini tidak hanya pasif menerima pandangan tradisional, tetapi juga aktif merespon melalui sikap yang bervariasi—mulai dari mengabaikan hingga menyuarakan kritik terhadap konstruksi sosial yang menghambat kebebasan mereka. Hal ini mencerminkan peran sastra sebagai medium untuk mengartikulasikan pengalaman dan aspirasi perempuan dalam konteks perubahan sosial.
Selain itu, penelitian ini menggarisbawahi pentingnya memahami perbedaan identitas yang dimiliki oleh perempuan, di mana mereka bisa sekaligus menunjukkan sisi maskulin dan feminin. Pendekatan postfeminis membantu menguraikan bahwa identitas gender bukanlah sesuatu yang kaku, melainkan dinamis dan berlapis.
Penelitian ini juga menemukan bahwa identitas perempuan dibentuk oleh dua faktor utama: eksternal dan pengalaman pribadi. Faktor eksternal meliputi pengaruh takdir dan modernisasi, di mana modernisasi sering kali mengganggu norma-norma tradisional dan membuka ruang baru bagi perempuan untuk mendefinisikan diri mereka. Di sisi lain, faktor pengalaman pribadi terlihat dari hobi, pekerjaan, dan trauma yang dialami oleh para karakter perempuan. Pengalaman-pengalaman ini membentuk cara mereka melihat diri sendiri dan dunia di sekitar mereka.
Melalui hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa identitas perempuan Oman yang digambarkan dalam novel "Sayyidaat Alqomar" adalah sebuah refleksi dari dinamika modernisasi yang rumit. Di satu sisi, mereka berupaya meraih kesetaraan dan meruntuhkan batasan tradisional, namun di sisi lain, mereka juga menghadapi hambatan-hambatan baru dalam proses pencarian identitas yang lebih personal.
Dekan Fakultas Humaniora, Dr. M. Faisol, memberikan apresiasinya atas penelitian ini. “Kajian ini memberikan sumbangsih penting dalam memahami bagaimana sastra dapat menjadi medium yang kuat untuk mengeksplorasi isu-isu identitas dan peran perempuan di tengah perubahan sosial yang cepat. Penelitian ini mengajak kita untuk merenungkan lebih dalam tentang bagaimana modernisasi dan pengalaman personal membentuk identitas perempuan, tidak hanya di Oman, tetapi juga di seluruh dunia Arab,” ujarnya.
Penelitian ini membuka wawasan baru tentang bagaimana sastra dan teori feminis dapat digunakan untuk mengurai kompleksitas identitas perempuan, memberikan ruang bagi pembaca dan akademisi untuk memahami lebih jauh bagaimana perubahan sosial mempengaruhi perempuan di berbagai konteks budaya. [al]