Tulisan ke-12
Mudjia Rahardjo
Jika sudah berhasil menemukan masalah yang akan diteliti dan menyusun rumusan masalah dalam kalimat pertanyaan yang spesifik, selanjutnya peneliti menjelaskan masalah tersebut melalui teori yang tersusun dalam satu kerangka teoretik. Kerangka teoretik sering disebut theoretical perspective, theoretical review, atau theoretical rationale (Silalahi, 2017:156). Menurut Moh. Nasir (Bunasor, 1993), kerangka teorik/konseptual dilakukan setelah dua langkah yang mendahuluinya telah tersusun, yaitu: (a) perumusan masalah dan (b) penetapan tujuan penelitian.
Kerangka teoretik menjadi salah satu komponen penting dalam penelitian. Menurut Bunasor (1993), kemampuan meneliti seseorang sangat dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain penguasaan teori-teori dan konsep-konsep dari permasalahan yang diteliti. Penguasaan teori-teori dan konsep-konsep dari disiplin ilmu yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji akan memberikan kontribusi besar bagi efisiensi dan efektivitas hasil penelitian yang bermutu.
Bagian ini biasanya ditempatkan di bab kajian pustaka. Menurut Suhardjono (1992:65), kerangka teoretik pada hakikatnya merupakan pengetahuan ilmiah sebagai dasar argumentasi ilmiah yang sahih dan berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah diverifikasi kebenarannya. Dengan demikian, kerangka teoretik berisi dua hal, yaitu teori dan hasil-hasil penelitian terdahulu.
Sebelum pembahasan lebih lanjut, perlu dijelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan ‘teori’ dalam konteks kerangka teoretik. Banyak ragam definisi tentang ‘teori’ yang dibuat oleh para ahli metodologi yang hingga saat ini belum ada definisi yang disepakati. Hal ini menimbulkan persoalan tersendiri di kalangan mahasiswa dan dosen. Bahkan antardosen juga memiliki pandangan tersendiri. Namun di atas keragaman tersebut, definisi yang ditawarkan oleh Kerlinger paling banyak mendekati kesepakatan di antara para ahli. Menurut Kerlinger (Creswell, 2003: 120), teori ialah:
“A theory is a set of interrelated constructs (variables), definitions, and propositions that presents a systematic view of phenomena by specifying relations among variables.”
(Seperangkat ide, konstruk atau variabel, definisi, dan proposisi yang memberikan gambaran suatu fenomena atau peristiwa secara sistematik dengan cara menentukan hubungan antarvariabel).
Bailey (Silalahi, 2017:162) mendefinisikan teori sebagai “… a proposition or a set of interrelated propositions that purpots to explain a given social phenomena.” Sedangkan Lin, mendefinisikan teori sebagai “… a set of logically interrelated propositional statements that identify how variables are covariationally related to each other.”
Labovitz dan Hagedorn menambahkan bahwa teori merupakan anggapan dasar (rationale) yang menentukan bagaimana dan mengapa variabel dan pernyataan-pernyataan relasional tertentu saling terkait. Misalnya, mengapa variabel bebas X (independent variable X) memengaruhi atau berpengaruh terhadap variabel Y? Teori akan memberikan penjelasan mengenai prediksi tersebut. Dengan demikian, teori digunakan untuk menjelaskan sebuah model atau seperangkat konsep dan proposisi yang sesuai dengan kejadian yang sebenarnya atau sebagai dasar melakukan suatu tindakan yang terkait dengan sebuah peristiwa tertentu.
Kendati terdapat beragam perbedaan rumusan mengenai definisi teori, ada satu istilah yang sama di antara keragaman tersebut, yaitu ‘proposisi.’ Apa itu proposisi? Proposisi ialah hubungan yang logis antara dua konsep. Memang tidak ada ketentuan yang baku bagaimana menyusun proposisi, tetapi biasanya proposisi dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan singkat. Misalnya, menurut Singarimbun dan Effendi (1987: 33), pernyataan “proses migrasi tenaga kerja ditentukan oleh perbedaan upah” adalah sebuah proposisi. Kata “migrasi” adalah sebuah konsep, begitu juga kata “upah.” Dengan demikian, teori diperoleh setelah proposisi dibuat. Jika proposisi masih bisa disangsikan kebenarannya, teori sudah diangggap sebagai kebenaran, walau bukan kebenaran absolut, karena telah diverifikasi. Dengan kata lain, proposisi merupakan temuan pra-teori, sehingga masih memerlukan pembuktian.
Daulay (2019:388) menambahkan bahwa proposisi ialah pernyataan hubungan yang logis antara nilai atau sifat dalam sebuah kalimat yang memiliki arti penuh dan utuh, yakni suatu kalimat bisa dipercaya, disangsikan, disangkal, dan atau dibuktikan benar tidaknya (pernyataan mengenai hal-hal yang dinilai benar atau salah). Wujudnya, proposisi berbentuk kalimat pernyataan yang terdiri atas dua atau variasi yang menyatakan hubungan sebab akibat (kausalitas).
Lebih jauh Poloma (1992:63-64) memberi contoh dua proposisi, yang disebut proposisi ‘nilai’ dan proposisi ‘deprivasi’ sebagai berikut:
“Semakin tinggi nilai suatu tindakan, maka kian senang seseorang melakukan tindakan itu.” (Homans, 1974:25).
“Semakin sering seseorang menerima ganjaran tertentu, semakin kurang bernilai bagi orang tersebut peningkatan setiap unit ganjaran itu.” (Homans, 1974:29).
Dari sudut konstruksi teori, konsep merupakan komponen utamanya. Sebuah konsep muncul karena dibentuk. Konsep itu apa? Konsep ialah simbol yang digunakan untuk memaknai suatu realitas yang dibentuk melalui tiga unsur, yaitu simbol (bisa sebuah kata atau kata majemuk), muatan makna, dan fenomena (fakta, peristiwa, objek). Bunasor (1993) mendefinisikan ‘konsep’ sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Misalnya, mobilitas penduduk digunakan istilah ‘migrasi’ dan ‘utilitas’ untuk menggambarkan tingkah laku konsumen. Dengan demikian, ‘migrasi’ dan ‘utilitas’ adalah konsep.
Jika proposisi telah terbentuk, maka komponen-komponen yang diperlukan untuk membangun sebuah teori telah tersedia. Selanjutnya Ihalauw, memberi ilustrasi menarik mengenai hubungan antara konsep, proposisi, dan teori. Menurutnya, membangun teori bisa diibaratkan membangun sebuah rumah. Menggunakan batu-bata sebagai unsur dasar, maka dibuatlah dinding tembok dengan jalan merekatkan batu-bata satu dengan yang lain. Dinding tembok yang satu disambungkan dengan dinding tembok yang lain mengikuti suatu bentuk tertentu, maka terbentuklah ruangan. Apabila batu-bata ‘ilmiah’ adalah ‘konsep’, dan ‘dinding-dinding’ tembok adalah ‘proposisi’, maka ‘rumah’ ilmiah adalah ‘teori’ (Ihalauw, 2008:108).
Melalui kerangka teoretik, peneliti menjelaskan masalah atau menjawab pertanyaan penelitian secara teoretik (bukan secara empirik), sehingga sifatnya adalah merupakan orientasi atau wawasan yang luas mengenai masalah, peristiwa atau fenomena yang dipermasalahkan. Misalnya, penelitian yang mengangkat masalah konflik sosial, maka peneliti wajib mengetahui teori-teori dan pandangan para ahli tentang konflik. Atau, mahasiswa ilmu bahasa yang mengangkat masalah pergeseran bahasa, dia wajib mengetahui teori tentang pergeseran tersebut.
Selain teori, dalam kerangka teoretik peneliti juga mengkaji hasil-hasil penelitian sebelumnya yang terkait. Gunanya adalah untuk mengetahui ‘state of the arts’ penelitian, atau kebaruan. Dengan pemetaan studi-studi yang terkait, seorang peneliti akan mengetahui di mana posisinya dalam khasanah keilmuan bidang ilmu terkait. Menjadi sangat aneh ketika seorang peneliti sosial mengangkat isu tentang konflik elite lokal, misalnya, sementara dia tidak mengetahui teori, pandangan para ahli tentang konflik elite lokal dan siapa saja yang pernah meneliti masalah tersebut. Baik teori maupun kajian empirik digunakan untuk orientasi atau memeroleh wawasan yang luas mengenai masalah yang diteliti.
Dalam praktik, kerangka teoretik sering disepadankan dengan kerangka konseptual. Penggunaannya pun sering bergantian. Walaupun tujuannya sama, yakni untuk menjelaskan masalah yang diangkat secara teoretik, sejatinya di antara keduanya terdapat perbedaan. Dikutip dari Silalahi (2017:159) jika kerangka teoretik disusun berdasarkan teori dan teori disusun melalui telaah literatur, kerangka konseptual disusun berdasarkan penalaran logis atau akal sehat dan pengalaman praktis. Namun mengutip Meyer dan Greenwood, Silalahi menjelaskan istilah kerangka konseptual lebih tepat daripada kerangka teoretik untuk metode penelitian kualitatif. Istilah kerangka teoretik digunakan secara bergantian baik dalam penelitian kuantitatif maupun kualitatif. Tetapi istilah kerangka konseptual hanya digunakan dalam penelitian kualitatif! (bersambung).
___________
Malang, 27 Februari 2023
Daftar Pustaka
Bunasor. 1993. Pengembangan Kerangka Teoritis. Makalah disampaikan pada Penataran Dosen-Dosen Perguruan Tinggi Swasta, Materi: Metoda Penelitian Sosial Ekonomi, Cisarua Bogor, 3-23 Oktober 1993.
Daulay, Pardamean. 2019. “Perubahan Ruang Sosial Ekonomi dan Strategi Adaptasi Komunitas Lokalisasi Pasca Penutupan Dolly di Kota Surabaya,” Disertasi, Program Doktor Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya.
Ihalauw, John J.O.I. 2008. Konstruksi Teori. Komponen dan Proses. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Poloma, Margareth M. 1992. Sosiologi Kontemporer. Terjemahan: Tim Penerjemah YASOGAMA. Jakarta: Penerbit CV. Rajawali.
Silalahi, Ulber. 2017. Metode Penelitian Sosial Kuantitatif. Bandung: PT Refika Aditama.
Suhardjono. 1992. Pengantar Metode Penelitian. Diktat Penunjang Kegiatan Perkulihan Metode Penelitian. Institut Teknologi Nasional Malang.