Sebagai bentuk kepeduliannya terhadap budaya, Senat Mahasiswa (SEMA) Fakultas Humaniora dan Budaya (Hudaya) menggelar acara Sarasehan Budaya yang melibatkan dosen, mahasiswa, alumni, serta beberapa mahasiswa undangan dari Universitas Kanjuruhan dan IKIP Budi Utomo Malang pada hari Rabu (23/11), dengan tema “Krisis Identitas Budaya Nusantara dalam Nuansa Global.”
Acara dimulai dengan penampilan teater SAE (Sastra Arab English). Teater yang dinaungi oleh Fakultas Humaniora dan Budaya (Hudaya) ini menampilkan beberapa lagu yang mengkombinasikan music modern dan tradisional. ”Setelah di-refresh dari penampilan teman-teman SAE, diharapkan para peserta bisa menikmati materi tentang budaya, khususnya tentang perkembangan budaya itu sendiri,” jelas Ainul Yaqin, ketua panitia pada acara tersebut.
Sarasehan yang dilaksanakan di lantai tiga Home Theatre Fakultas Humaniora dan Budaya (Hudaya) ini mendatangkan beberapa pakar budayawan seperti, Ahmad Tohari, seorang Novelis dan Budayawan Nasional, kemudian Agus Sunyoto, seorang budayawan dan pengasuh pesantren Budaya Nusantara serta Ahmad Dzofir Zuhri, seorang pakar budaya di Sekolah Tinggi Ilmu Filsafat Al Farabi. Sayangnya, Ahmad Tohari, tidak bisa disa datang dalam acara yang dimulai pukul 08.00 WIB ini, dikarenakan kesehatannya terganggu. “Kemarin maghrib, beliau konfirmasi ke saya kalau tidak bisa datang,” tambah mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab semester tujuh ini.
Ternyata, Hj. Syafiyah selaku pembantu dekan tiga sangat bergembira dengan adanya acara yang juga dimeriahkan dengan nyanyian lagu kebangsaan Indonesia Raya tersebut. Beliau mengatakan bahwa dengan ini, para mahasiswa Fakultas Humaniora dan Budaya (Hudaya) bisa berdialog langsung dengan para pakar budaya, khususnya tentang perkembangan budaya yang ada di Indonesia. ”Serasehan ini secara tidak langsung sudah memberikan sumbangsih kepada Fakultas Humaniora dan Budaya (Hudaya) khususnya tentang perkembangan budaya,” tutur dosen bahasa Inggris tersebut ketika memberikan sambutan.
Senada dengan Hj. Syafiyah, Ana Uswatun Hasanah selaku ketua SEMA menuturkan bahwa dengan adanya acara ini diharapkan para mahasiswa Fakultas Humaniora dan Budaya (Hudaya) bisa mengerti bagaimana cara menjaga budaya kita yang telah banyak diambil oleh negara lain serta apa yang harus kita lakukan selanjutnya. ”Semoga teman-teman di sini bisa memetik buah ilmu kebudayaan dari para pemateri,” ujar mahasiswi Bahasa dan Sastra Inggris semester tujuh ini ketika memberikan sambutan.
Sarasehan Budaya yang dihadiri oleh beberapa dosen serta beberapa mahasiswa IKIP Budi Utomo dan beberapa mahasiswa Universitas Kanjuruhan Malang ini diadakan untuk mengungkap hakekat budaya nusantara. Menurut Mundi Rahayu, dosen Bahasa dan Sastra Inggris dalam acara ini kita akan membahas bagaimana mengokohkan budaya nusantara yang akhir-akhir ini kebudayaan nusantara semakin menurun. “Setelah selesainya acara ini, para mahasiswa akan mengetahui hakekat serta cara mengokohkan kebudayaan nusantara, karena saat ini generasi muda lebih menyukai kebudayaan barat,” jelas dosen yang menjadi moderator dalam acar tersebut
Dalam acara yang dihadiri lebih dari seratus peserta ini, Agus Sunyoto menyatakan bahwa yang terjadi pada saat ini adalah adanya pembentukan dalam diri masyarakat yang berpengaruh merubah mentalitas mereka, seperti halnya mereka sering menganggap superior itu adalah orang kulit putih dan imperior itu adalah orang lokal atau pribumi. Bahkan mempelajari budaya lokal dianggap ketinggalan. ”Pembentukan ini mengakibatkan adanya perubahan mentalitas dalam diri mereka dan telah merasuki pikiran anak muda bahkan mengubah pola makan anak muda, seperti halnya mereka merasa rendah diri jika makan di warung-warung pecel daripada KFC ataupun Mc Donald,” jelasnya ketika memberikan materi.
Antusiasme para peserta semakin meriah ketika Ahmad Dzofir Zuhri memulai diskusinya dengan kalimat unik yang mendapat tepuk tangan meriah para peserta peserta sarasehan budaya “Kurang rokok, Kurang budaya.” Rektor Sekolah Tinggi Ilmu Filsafat Al Farabi ini mengatakan bahwa untuk menemukan identitas nusantara ini, masyarakat perlu mengkritisi acara-acara yang sering sekali di tayangkan atau dijual seperti acara music dan infotainment. “Pada dasarnya, para penjual acara-acara tersebut mencoba untuk menggiring masyarakat untuk menjadi seperti yang mereka inginkan, misalnya menjadi artis ataupun model iklan. Dengan demikian sedikit demi sedikit kepedulian mereka akan kebudayaan lokal menjadi terkikis,” ujarnya dengan penuh semangat. (fza)