HUMANIORA – (2/3/2022) Salah satu isu yang hangat dibicarakan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini adalah persoalan lingkungan. Kehidupan berbahasa tidak lepas dari lingkungan tempat hidupnya sehingga tidak diragukan lagi bahwa bahasa dan lingkungan memiliki hubungan yang erat. Keduanya memiliki hubungan timbal-balik, yaitu bahasa mencerminkan lingkungan dan lingkungan mencerminkan bahasa. Hal ini terungkap dalam acara International Scholar’s Engagement yang diadakan oleh Fakultas Humaniora secara virtual pada Rabu, 2 Maret 2022.
Dalam diskusi tentang topik Ecological Perspective on Linguistics and literatures, Ahmar Mahboob, selaku narasumber utama dari University of Sydney, mengatakan bahwa persoalan-persoalan ekologi tidaklah otonom, tetapi menggandeng semua aspek kehidupan manusia, termasuk bahasa. Lingkungan selalu mengalami perubahan, dan Bahasa pun akan mengikutinya. “Sekarang ini, bahasa mengalami perubahan, bahkan berada diambang kritis dan semakin sulit untuk hidup, bertahan, dan terwariskan pada generasi muda.” tegasnya.
Lebih dari itu, Mahboob yang juga menjadi salah satu dosen di universitas berkelas dunia di Australia ini juga memaparkan bahwa adanya hegemoni dan dominasi beberapa bahasa internasional, bahasa regional, maupun nasional juga menjadi pemicu yang semakin mengkhawatirkan keberadaan bahasa-bahasa minoritas di sebuah wilayah atau lingkungan.
Pada sisi lain, bahasa memengaruhi pola pikir, sikap, dan tindakan manusia. Tentu, hal ini berimplikasi positif terhadap lingkungan fisik, yakni adanya keterpeliharaan dan terwariskannya lingkungan itu pada generasi berikutnya. Namun, sebaliknya dapat berimplikasi negatif, yakni terjadinya berbagai perubahan, ketidakseimbangan, dan kerusakan ekosistem. Perubahan timbal balik antara lingkungan dan bahasa tersebut diakrabi melalui kajian ekologi bahasa.
Dalam kaitannya dengan kajian sastra, secara spesifik Ahmar Mahboob menjelaskan bahwa istilah ekologi dipakai dalam pengertian beragam. Pertama, ekologi yang dipakai dalam pengertian yang dibatasi dalam konteks ekologi alam. Kajian ekologi dalam pengertian pertama ini juga dikenal dalam dua ragam, yaitu kajian ekologi dengan menekankan aspek alam sebagai inspirasi karya sastra dan kajian ekologi yang menekankan pembelaan terhadap kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh perbuatan manusia.
Pada saat ini, masih menurut Mahboob, kajian ekologi yang menekankan alam sebagai inspirasi mulai marak dilakukan. Hal tersebut disebabkan oleh semakin disadarinya kaitan antara sastra dan ekologinya. Pembahasan-pembahasan yang sudah dilakukan juga membuktikan bahwa ekologi memang memiliki kaitan dengan karya sastra, baik pada sastra lama atau modern, sastra lisan atau sastra tulis.
Perspektif ekologi dalam kajian sastra juga sering dikenal dengan sebutan ecocriticism. Sebuah konsep kritik sastra yang berhubungan dengan alam dan lingkungan. Perspektif ini bisa menjadi alternatif dalam kajian-kajian sasatra di era kekinia. [VN]