Eksistensi puisi yang semakin redup dari pandangan mahasiswa, ditanggapi oleh fakultas Humaniora dan Budaya (Hudaya) Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dengan Seminar Nasional tentang pentingnya sebuah puisi dalam kehidupan kemarin (10/3). Untuk memeriahkan acara tersebut Hudaya menghadirkan salah satu penyair kondang, yaitu Afrizal Malna yang membahas tentang “Membaca Puisi Kontemporer Indonesia.”
Dalam acara yang bertemakan “Merajut Puisi Mengokohkan Jati Diri” Afrizal Malna menjelaskan tentang keberadaan puisi saat ini atau sering dikenal dengan puisi kontemporer. Pria yang akrab dipanggil Bang Afrizal ini mengatakan bahwa saat ini puisi seharusnya tidak lagi dimasukkan kesusastraan lagi, khususnya bagian dari bahasa sastra itu sendiri. ”Puisi itu merupakan bawaan dari tubuh kita, serta organik yang menjadi nasib kita,” jelasnya penuh inspiratif.
Setelah menjelaskan tentang perkembangan puisi dahulu hingga modern, pria kelahiran 7 Juni 1957 ini menjelaskan tentang perolehan kata-kata dalam puisi dahulu dan puisi kontemporer saat ini. Menurutnya, jika zaman dahulu para pembuat puisi memburu kata-kata indah yang akan ditulis, lain halnya dengan saat ini yang kebanyakan para pembuat puisi saat ini pikirannya sudah penuh dengan hal-hal yang tidak penting. ”Kebanyakan puisi yang sudah dihasilkan oleh seorang pembuat puisi dari dulu sampai saat ini adalah tentang seorang wanita, khususnya Ibu,” papar pria yang sudah memenangkan banyak penghargaan ini.
Selain membahas permasalahan di atas, pria yang sudah menerbitkan 15 buku ini menerangkan tentang pentingnya memilah dan memisah keberadaan puisi dulu dengan puisi kontemporer saat ini. Pria kelahiran Jakarta ini menuturkan, ”penting sekali untuk memisah diantara keduanya untuk mengetahui progress dari puisi itu sendiri.”
Sebagai pendamping, Afrizal Malna ditemani oleh Dr. H. Wildana Wargadinata, Lc., M.Ag. yang membahas eksistensi puisi itu sendiri pada zaman Jahiliyah. Dosen yang menjabat sebagai Pembantu Dekan I ini menuturkan bahwa sebelum Islam datang, puisi itu sudah ada dan berkembang, seperti alat dokumentasi, ataupun madia penyalur pengalaman. ”Meskipun demikian, semua puisi pada saat itu kalah dengan isi yang ada dalam Al Quran,” tutur Wildana ketika memberikan penjelasan dalam acara yang bertempat di Home Theatre ini.
Selain memberikan penjelasan tentang keberadaan puisi pada zaman jahiliyah, dosen bahasa Arab ini juga menjelaskan tentang definisi puisi itu sendiri, mulai definisi dari bahasa Inggris hingga dari bahasa Arab. Disamping itu, bapak dua anak ini menjelaskan bahwa sebuah puisi bisa dibuat oleh seseorang yang sedang mengalami masa-masa atau pengalaman yang indah, “Semua orang bisa berpuisi,” tambah dosen yang akrab dipanggil Pak Wildana ini.
Untuk pembahasan tentang bagaimana cara membuat puisi itu sendiri, acara yang dimulai pukul 08.00 WIB ini, juga menghadirkan salah satu dosen yang sudah expert dalam hal puisi, yaitu Muzakki Afifuddin. Dosen bahasa Inggris ini mengatakan bahwa puisi itu bisa muncul dari hati seseorang untuk mengungkapkan perasaan serta emosi dalam bentuk tulisan. ”Hal yang harus dilakukan ketika ingin menjadi seorang pembuat puisi adalah seringlah mengamati apa yang terjadi di sekitar kita,” terang dosen mata kuliah Poetry ini.
Sejatinya, acara yang dihadiri oleh puluhan peserta ini merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan besar fakultas Hudaya, yaitu Festival Puisi International. Sebuah acara pembacaan puisi yang diikuti oleh sastrawan terkenal dari Indonesia maupun luar negeri. Menurut Mundi Rahayu, SS. M. Pd, selaku ketua panitia, seminar puisi saat ini akan mengawali kegiatan besar yang akan dilakukan bulan depan. ”Kami ucapkan terima kasih kepada semua yang membantu mensukseskan acara ini,” jelas dosen yang mengajar sastra di jurusan Bahasa dan Sastra Inggris tersebut.
Harapanpun juga muncul dalam acara yang dihadiri oleh Komunitas Sastra Kedai Sinau ini, khususnya dari Dekan Fakultas yang berharap kepada semua mahasiswa Hudaya untuk bisa mendalami puisi dan menjadi seorang pembuat puisi yang profesional. ”Terima Kasih kepada Afrizal Malna yang telah memberikan jalan internasional kepada Hudaya,” jelas Drs. KH. Chamzawi, M. HI ketika membuka acara. (rif)