Sebagai makhluk berkesadaran, manusia melakukan suatu kegiatan tentu memiliki tujuan. Demikian halnya dengan penelitian, terkandung beragam maksud atau tujuan dari kegiatan tersebut. Ada yang ingin meningkatkan karier profesinya, memeroleh bahan pertimbangan mengambil keputusan tepat dan akurat atas suatu persoalan, memperbaiki sesuatu untuk menjadi lebih baik, mendapat pengetahuan secara komprehensif dan mendalam tentang suatu peristiwa, menemukan jawaban terhadap persoalan yang selama ini masih misteri dan sebagainya. Masing-masing tujuan tersebut berimplikasi pada metode yang akan digunakan.
Menurut Borg dan Gall (1989:5) ada empat tujuan penelitian berdasarkan kegunaannya, yaitu: (1) mendeskripsikan (to describe) suatu gejala atau peristiwa; (2) memprediksi (to predict) sesuatu yang akan terjadi; (3) memperbaiki (to improve) suatu kondisi untuk menjadi lebih baik; dan (4) menjelaskan (to explain) peristiwa dengan mencari hubungan antar-variabel atau sebab-akibat suatu peristiwa.
Tujuan pertama penelitian untuk mendeskripsikan sesuatu berarti untuk memeroleh pengetahuan deskriptif (descriptive knowledge) tentang sesuatu. Sesuatu itu bisa peristiwa atau suatu benda. Menurut filsafat ilmu, pengetahuan deskriptif merupakan jenis pengetahuan paling elementer dibanding dengan jenis pengetahuan-pengetahuan lainnya, seperti pengetahuan prediktif, eksplanatif, dan eksploratif. Namun demikian, ia sangat penting. Sebab, tanpa pengetahuan deskriptif pengetahuan lain tidak akan diperoleh. Jika yang dideskripsikan adalah suatu benda, maka pengetahuan deskriptif yang ingin diperoleh adalah apa saja tentang benda tersebut, mulai bentuk, struktur, kegunaan, berat, perubahannya karena waktu, hubungannya dengan fenomena atau gejala lain, dan sebagainya.
Penelitian deskriptif, menurut Liliweri (2018:111-112), dimaksudkan untuk melakukan pengamatan terperinci terhadap dokumentasi atau fenomena yang dipelajari. Pengamatan harus didasarkan pada metode ilmiah, yaitu dapat dilihat, dikutip, ditiru, dan tepat sesuai aslinya. Melalui cara ini, peneliti menggambarkan atau mengidentifikasi sesuatu yang diteliti sebagaimana apa adanya, tanpa mengurangi atau menambah.
Pengetahuan deskriptif tidak hanya dapat diperoleh melalui metode penelitian kualitatif, atau yang sering disebut penelitian deskriptif kualitatif, tetapi juga melalui metode penelitian kuantitatif, atau deskriptif kuantitatif. Menurut Litosseliti (2010:16-17), pengetahuan deskriptif kualitatif diperoleh dari pertanyaan ‘apa’ (what) dan ‘bagaimana’ (how). Misalnya, ‘Apa bentuk-bentuk kesalahan dalam menulis teks bahasa Inggris mahasiswa Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Humaniora, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang?’, dan ‘Bagaimana suatu peristiwa sosial yang sama dimuat secara berbeda oleh koran berbeda?’, dan dilanjutkan dengan pertanyaan “Ada framing apa di balik pemuatan berita semacam itu?,” adalah contoh pertanyaan deskriptif kualitatif dalam penelitian bahasa. Mahasiswa antropologi bisa mengajukan pertanyaan deskriptif “Nilai-nilai budaya macam apa yang mengikat warga pendatang di ibu kota?”, dan seterusnya. Penelitian deskriptif sangat efektif untuk menganalisis data yang tidak terukur dan dilakukan dalam latar alamiah. Penelitian jenis ini tidak dimaksudkan menguji teori atau mencari penyebab suatu peristiwa.
Pengetahuan deskriptif kuantitatif diperoleh melalui statistik dalam bentuk angka atau disebut data nomotetik. Misalnya, pertanyaan berapa jumlah penduduk di suatu daerah yang memasuki usia kerja selama selama lima tahun terakhir adalah pertanyaan deskriptif kuantitatif. Contoh lain, misalnya hasil tabulasi statistik demografi atau statistik ketenagakerjaan di Biro Pusat Statistik adalah contoh penelitian deskriptif kuantitatif.
Tujuan kedua penelitian adalah untuk memprediksi fenomena yang akan terjadi pada suatu waktu tertentu berdasarkan informasi atau data yang ada sebelumnya. Dalam bidang pendidikan, misalnya, studi prediktif digunakan untuk mengetahui siswa yang kemungkinan akan gagal karena sesuatu hal jika tidak hal-hal pencegahan sejak dini. Dalam penelitian pendidikan bahasa, peneliti bisa mengajukan pertanyaan prediktif “Apa yang akan terjadi pada mahasiswa yang belajar bahasa asing jika menggunakan pendekatan komunikatif?”
Tujuan ketiga ialah perbaikan (improvement ), yaitu untuk menghasilkan cara, strategi dan upaya memperbaiki suatu keadaan agar menjadi lebih baik dari sebelumnya dengan cara menghilangkan hambatan-hambatannya. Penelitian berorientasi perbaikan biasanya dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif melalui studi eksperimen, korelasional dan komparatif. Atau, bisa juga dengan metode penelitian terapan (applied research), seperti Penelitian Tindakan (Action Research). Dalam pendidikan, guru bisa menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (Class Action Research) untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. Dalam Penelitian Tindakan, guru merupakan peneliti sekaligus pengguna hasil penelitan. Guru sendiri yang merencanakan tindakan penelitian dan mengukur sendiri tindakan yang dilakukan. Asumsinya ialah guru yang mengenali apa saja masalah yang terjadi di kelas yang diajar.
Tujuan keempat yaitu untuk menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa merupakan tujuan terpenting dari empat tujuan penelitian. Dengan penelitian eksplanasi, akan diperoleh pengetahuan eksplanatori. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penyebab dan proses terjadinya suatu peristiwa, baik fenomena alam, sosial maupun budaya. Menurut Borg dan Gall (1989:9) pengetahuan eksplanatori merupakan jenis pengetahuan tertinggi dan terpenting dalam khasanah pengetahuan ilmiah.
“Explanation is the most important of all in the long range. In a sense, this type of knowledge subsumes the other three. If researchers are able to explain a set of phenomena, it means that they can describe, predict, and control the phenomena with a high level of certainty and accuracy.”
Contoh pertanyaan penelitian eksplanatif, misalnya, “Apa ada hubungan antara kemampuan numerik dan kemampuan verbal mahasiswa Sastra Arab Fakultas Humaniora, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang?”, atau “Apa ada pengaruh antara tempat asal mahasiswa dengan prestasi belajar mereka?” Lazimnya, pertanyaan eksplanatif semacam itu digunakan dalam metode penelitian kuantitatif dengan menggunakan statistik sebagai alat analisis data.
Mengapa pengetahuan eksplanatori disebut tertinggi? Sebab, pada pengetahuan jenis ini sudah terkandung tiga jenis pengetahuan yang lain. Jika seorang peneliti sudah bisa menjelaskan suatu fenomena, berarti dia bisa sekaligus mendeskripsikan, memprediksi, dan memperbaiki keadaan dengan cara mengontrol fenomena secara cermat. Jika penelitian deskriptif meneliti apa yang terjadi, di mana, dan kapan, penelitian eksplanasi menguji suatu teori atau hipotesis untuk memperkuat atau menolak teori yang sudah ada sebelumnya.
Agar dapat melakukan penelitian dengan baik, seorang peneliti dapat memanfaatkan kecakapan intelektual yang dimiliki. Menurut filsuf hermeneutika Gadamer (1960), kecakapan tersebut meliputi empat kecakapan utama, yaitu kemampuan pengumpulan data (observing), kemampuan menarik simpulan secara logis (reasoning) baik deduktif maupun induktif, kemampuan menyusun model teoretik (constructing), dan kemampuan mengomunikasikan semua itu kepada masyarakat dengan bahasa yang baik dan mudah dimengerti (communicating).
Melalui kecakapan semacam itu, seorang peneliti dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dengan cara meneruskan hasil-hasil penelitian sebelumnya, mengoreksi, memfalsifikasi, bahkan menolaknya, sehingga ‘menemukan’ ilmu pengetahuan baru. Makna ‘menemukan’ tidak selalu harus memeroleh sesuatu yang baru sama sekali (completely new), tetapi bisa dengan cara ‘menambah’ sesuatu yang sudah ada sehingga menjadi baru. Proses semacam ini disebut ‘menguatkan’. Untuk menemukan sesuatu yang baru, peneliti juga dapat ‘menolak’ suatu temuan lama. Karena kondisi sosial yang berubah, dengan data dan metode baru, peneliti sosial dapat menggugurkan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang selama ini telah dianggap sebagai kebenaran! (bersambung)
__________
Malang, 9 Januari 2023
Daftar Pustaka
Borg, W.R dan Gall, M.D. 1989. Educational Research: An Introduction. White Plains: Longman Inc.
Gadamer, Hans-Georg. 1990. Truth and Method. New York: The Seabury Press.
Liliweri, Alo. 2018. Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Litosseliti, Lia. 2010. Research Methods in Linguistics. London, New York: Continuum.