HUMANIORA - (15/09/2021) Pada Plenary Session II yang berlangsung sore hari sekitar pukul 14.40-16.10 WIB, AICOLLIM seri ke-3 mengundang Prof. Dr. Moustafa Muhammad Rizk Elsawahly dari Universitas Islam Sultan Sharif Ali, Brunei Darussalam, sebagai pembicara pertama; Dr. Akhmad Muzakki, M.A. dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, sebagai pembicara kedua; serta Azhar Ibrahim, Ph.D., dari National University of Singapore (NUS), sebagai pembicara ketiga.
Prof. Dr. Moustafa mengetengahkan topik “biah lughawiyah serta pembagian dan jenisnya. Juga perihal peluang dan tantangan pembentukan biah lughawiyah di tengah era revolusi industri”. Dr. Akhmad Muzakki menyoroti tema moderasi beragama dengan kasus pada ma’had al-jamiah UIN Maulana Malik Ibrahim, dengan penemuan kasus munculnya bibit-bibit intoleransi, dengan motif perbedaan pemahaman agama di kalangan mahasiswa baru. Dari temuan tersebut, sebagaimana disampaikan Dr. Akhmad Muzakki, M.A., ada beberapa tawaran strategi yang bisa dilakukan untuk menangkal bibit intoleransi, di antaranya dengan memberi kajian terhadap teks agama dan logika secara berimbang, juga banyak memberi penjelasan dalam pengajaran agama menggunakan pendekatan budaya. Untuk menumbuhkan dan menanamkan wawasan Islam yang moderat, untuk mahasiswa baru dan mahasantri UIN Maliki Malang.
Sementara itu, Pak Azhar Ibrahim dari NUS Singapura, mempresentasikan topik kritik sastra poskolonial. Menurut Pak Azhar, dalam konteks Indonesia, sastra punya peranan besar ikut mempengaruhi lahirnya pegerakan nasional di awal abad 20, dengan kemunculan karya sastra seperti novel dan puisi yang banyak mengecam praktik-praktik kolonialisme. Di samping produk karya sastra saat itu juga ikut berperan membidani lahirnya kesadaran nasional, yaitu dalam hal memberi penyadaran melalui bacaan-bacaan karya sastra. [MS]